Selasa, 05 November 2013

Mengejar Golden Sunrise di Puncak Gunung Sikunir (1)
Unknown19.41 3 komentar

8 Sahabat bediri di Puncak Gunung Sikunir (Angga, Oplok, Ipil, Upil, Weny, Lambang, Mas Po, Mete)
Pagi itu kami berdiri tepat di atas puncak Gunung Sikunir, awan putih bagaikan sayap malaikat menari menyambut terbitnya matahari, Yah itulah Golden Sunrise.

 Tak letih mataku bertahan hingga larut malam, mengejar target untuk segera menyelesaikan tugas akhir atau sering disebut Skripsi. 6 bulan lebih saya harus bergelut dengan skripsi hingga pada akhirnya kerja keras itu membuahkan hasil yang memuaskan.
Tepat tanggal 3 oktober 2013, pukul 10.00 saya berdiri didepan Pak Drs. Ishafit, M.Si dan Ibu Dian Artha K, M.Pd dengan didampingi Pak Dr. Toifur, M.Si untuk mempertanggungjawabkan jerih payah yang pernah diselingi keputusasaan itu. Alhasil point yang cukup memuaskan meruntuhkan rasa letih selama 6 bulan lebih.
 
Semangat untuk menyelesaikan skripsi tidak terlepas dari sahabat-sahabat Touringku (Angga, Oplok, Ipil, Weny, Lambang, Mas Po, Mete). Bagaimana tidak? Mimpi untuk berdiri diatas negeri awan bisa aku wujudkan jika sesegera mungkin terlepas dari status mahasiswa.
 
Yah karena touring kami kali ini berbeda dengan touring sebelumnya, yaitu Puncak Gunung Sikunir. Gunung Sikunir merupakan salah satu jajaran gunung yang berada didataran tinggi Dieng, Wonosobo, tepatnya di selatan Telaga Cebong, desa Sambungan, Kec Kejajar dengan ketinggian 2.505 mdpl. Desa sambungan sendiri merupakan desa tertinggi di pulau jawa.
Puncak Gunung Sikunir
H-7 sebelum keberangkatan, seperti biasa  saya dan Ipil disibukkan dengan mencari informasi tentang Sikunir, mulai dari medan yang dilalui hingga perlengkapan yang dibutuhkan. Wajar saja hebring karena touring dengan tema Camping merupakan touring pertama kami. Informasi kami dapatkan mulai dari nanya mbah Google, nanya teman yang sudah pernah ke Gunung Sikunir hingga mendapatkan CP jasa penyewaan perlengkapan camping.
 
Pak Tusman merupakan warga desa Sambungan yang juga melayani jasa penyewaan perlengkapan camping, menawarkan harga Rp 150.000/paket dengan isi 1 dum isi 4 orang, 1 neksting, 3 sleaping bag, 3 matras, 1 kompor dengan gas. Harga itu cukup mahal bagi kami, mengingat Touringers ketambahan 8 orang warga asing. Kalau dengan Team 16 orang kami harus mengeluarkan 600 ribu belum lagi nambah ini itu. Kami terus melakukan nego dengan pak Tusman hingga kami hanya memboking 2 kompor + gas, 10 matras dan 8 sleaping bag.
Atas bantuan Aji yang juga merupakan warga Wonosobo kami mendapatkan pinjaman 1 dum isi 6 orang secara gratis, dan mendapatkan penyewaan perlengkapan dengan harga lebih murah, yaitu Rp 135.000 untuk 1 dum isi 12 orang dan 7 sleaping bag.
 
Karena keterbatasan perlengkapan yang kami sewa di Wonosobo, kami juga tidak terlepas dari rasa repot, beberapa perlengkapan juga kami bawa dari jogja. Untuk harga sewa di jogja di hitung per 24 jam. Jadi kami hanya membawa 1 sleaping bag, 1 neksting dan 6 matras yang kami sewa seharga Rp 48.000. Mas Jhon yang melayani penyewaan di JP Camp sangat ramah, JP Camp sendiri terletak di belakang UPN Veteran.

Selain persiapan perlengkapan, persiapan fisik juga jangan sampai terlewatkan terutama untuk yang jarang jalan kaki sperti saya , hehehheh. . . . muterin mandala krida 3x, sudah lumayan cukup selama 2 hari berturut-turut.
Persiapan fisik, muter mandala krida
*****
Jogja, 12 Oktober 2013 _ Halaman kos Wisma HD merupakan tempat berkumpul kami sebelum memulai touring hari itu. Pukul 09.00 WIB waktu yang telah disepakai lagi lagi harus molor akibat ulah sang pangeran Gunung Kidul (Oplok, Mete, Lambang) yang selalu saja datang terlambat.
 
Pasukan siap berangkat
Semua team sudah lengkap, tepat pukul 11.00 WIB masing-masing sudah menghidupkan kendaraan mereka. Bibir ini pun tak henti-hentinya tersenyum, tak sabar ingin menikmati perjalanan menuju puncak Gunung Sikunir.
***
Untuk mencapai Dieng banyak jalur yang bisa dilalui, tetapi kami memilih jalur alternative Jogja – Sleman, Minggir – Kalibawang – Borobudur – Magelang, salaman – Wonosobo. Perjalanan kami tempuh selama 4 jam dengan kecepatan rata-rata 60 Km/Jam, tentunya dengan 3 kali istirahat dan nyasar masih diarea jogja, parah! (kecepatan lebih dari 60 Km/Jam bisa kurang dari 4 jam).
 
Jalur alternative yang kami pilih cukup menegangkan, saya harus menahan rasa ngantuk yang terus menyiksa, karena jalan yang kurang lebar dan banyak lubang. Jika sebelumnya belum pernah melewati jalur tersebut dijamin deh bakalan nyasar, banyak sekali belok-belokannya.
 
Memasuki daerah wonosobo hawa dingin sudah mulai terasa, kedatangan kami pun disambut gerimis kecil, bau tanah akibat gerimis yang sangat khas dan dinginnya Wonosobo seolah-olah membuaiku dengan panasnya Jogja. Sesampainnya di Wonosobo untuk pertama kalinya kami singgah di kediamannya Aji, sajian yang sudah dipersiapkan untuk makan siang sudah menanti kami. Sambutan hangat dari Neneknya Aji dengan logat jawa sedikit ngapak yang sangat khas memuat kami tak segan untuk segera melahap sajian yang terus-terusan menatap kami.
 
Setelah tenaga kembali normal, kami melanjutkan perjalanan menuju Dieng, desa Sambungan. Kira-kira jam 17.00an, kami memulai kembali perjalanan. Sedangkan dari Wonosobo ke desa Sambungan, Dieng membutuhkan waktu kurang lebih hingga 2 jam. Suasana Religius di Dieng masih sangat kental, tak heran disepanjang perjalanan rumah penduduk yang kami lalui cukup sepi, karena warganya sedang melakukan ibadah di mesjid masing-masing. 
 
Untuk menuju desa Sambungan, kami harus melewati jalan berbukit dengan medan yang cukup sulit serta kawah yang cukup tebal. Tanjakan yang tinggi tak jarang membuat motor matic tak mampu naik (jadi kalo bisa jangan pake motor matic deh!). Hawa dinginpun sudah mulai menusuk keseluruh tubuh.
 
Disepanjang perjalanan kami terus berpas-pasan dengan pendaki lainnya. Jalan menanjak dengan aspal berlasakan batu-batu kecil menyambut kami, sebagai tanda kami telah dekat dengan desa Sambungan. Jalan sudah sangat gelap hanya ada sinaran lampu dari kendaraan kami, hampir saja kami salah jalan. Sedikit rasa takut serta gigi yang terus bunyi karena menggigil.
 
Welcome to Sambungan Village
“welcome to sambungan village”, sebuah gapura besar yang cukup melegakan. Sesampainya di desa Sambungan kami langsung mencari pos pertama tempat janjian dengan pak Tusman. Kami melakukan nego ulang, karena ternyata pak Tusman sudah menyewakan sebagian yang kami boking pada pendaki yang lain (wajar pas ditelpon gg angkat, karena lagi dijalan dang gg da signal). Akhirnya kami hanya menyewa 1 center, 8 matras, 2 kompor dengan gas lengkap, 5 SB dan dapet bonus selimut, lengkap dengan carier, seharga Rp 150.000.
 
Pengeluaran untuk penyewaan cukup hemat daripada harus menyewa paket, total biaya yang kami habiskan untuk penyewaan perlengkapan Rp 333.000, meskipun ada yang gag dapet SB dan matras, hehehehe….. (Auliya)
*****
to be continued
In Category :
About The Author The Touringers Pecinta bepergian, backpack dan berpetualangan mengunjungi daerah baru.Keep Spirit, Keep Touring!. Facebook and Twitter

3 komentar: